Calender

Selasa, 02 Agustus 2011

Dalam khazanah bahasa Indonesia, kata berislam yang merupakan terjemahan dari kata aslama terdengar asing ketimbang kata beriman, yang terjemahan dari amana , padahal keduanya banyak ditemukan dalam Al-Qur’an. Kata aslama atau berislam mengadung makna sikap berserah diri pada Tuhan sang Pencipta dan Pemelihara alam semesta. Karena sebuah sikap, pilihan seseorang untuk berislam itu pada urutannya merupakan sesuatu yang immanent, sebuah pilihan hidup yang menyatu dengan kepribadian, bukan sebuah ideology yang berada di luar diri.

Dalam berbagai tulisanm, kata Islam selalu dengan huruf besar juga mengandung pengertian sebuah bangunan ajaran yang berada di luar diri kita, sebuah ideology yang telah final dan sempurna. Adalah kewajiban umat muslim untuk membela dengan seluruh jiwa dan raga. Pemahaman seperti ini tentu saja tidak salah, namun ada sisi-sisi yang terlewatkan. Jika kita merenungkan asal-usul kata Islam dan bagaimana konteksnya dalam Al-Qur’an, kata al-Islam selalu berkonotasi kata kerja. Ayat yang turun terakhir memang menegasskan bahwa agama yang diridhai Allah adalah al-Islam, yaitu ajaran Rasulullah SAW yang sesungguhnya juga merupakan ajaran dasar seluruh rasul Allah sejak nabi Adam. Intinya adalah tauhid dan penyempurnaan akhlak manusia. Ayat ini merupakan penutup dari proses panjang dakwah Rasulullah SAW selama 23 tahun.

Pemahaman dan penghayatan umat Islam generasi awal tentang kata al-Islam dengan kita sekarang sudah pasti memiliki kadar kedalaman yang berbeda. Di masa Rasulullah SAW, para sahabat lebih dahulu memperoleh pelajaran iman dalam sebuah proses panjang dan penuh dialektika, baik secara intelektual maupun fisikal. Salah satu cara untuk mengukur keberhasilan gerakan Muhammad SAW adalah dengan membandingkan kondisi social sesudah dan sebelumnya. Bayangkan hanya dalam waktu yang amat singkat menurut ukuran sejarah, padang pasir gersang dan masyarakatnya yang dikenal jahiliyah itu tiba-tiba berubah menjadi sumber penggerak dan model peradaban dunia. Orang muslim saat itu sangat percaya diri dan disegani oleh siapapun juga.

Saat ini kata Islam lebih dipahami sebagai perintah dan larangan. Islam telah menjadi kategori ideologis-sosiologis kelompok yang diperkuat dengan dokumen KTP (Kartu Tanda Penduduk). Dengan kata lain, meskipun kurang tepat, Islam seakan-akan ibarat baju yang ditawarkan dan dirancang secara instan, lalu dikenakan pada seseorang, entah karena alasan keturunan, mau menikah, atau ada juga sebagian yang memeluk Islam setelah melalui proses penemuan kebenaran dan keyakinan hidup.

Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 83-85 yang artinya Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.

Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri."

Allah SWT menegur apakah manusia mau mencari dan mengikuti agama yang tidak mengajarkan sikap pasrah pada Allah SWT? Padahal semua yang ada di langit dan bumi seisinya semuanya berislam pada-Nya, baik secara suka rela maupun dengan paksaan, dan sesungguhnya semua yang ada ini nantinya akan kembali dan dikembalikan pada-Nya.

Sikap berislam ini telah diajarkan dan dilakukan oleh Nabi Ibrahim, Ismail, Ya’kub, Isa, dan para keturunannya karena ajaran untuk berserah diri ini datangnya dari Allah SWT. Dan sesungguhnya, setiap rasul itu saling menjaga dan meneruskan ajaran tauhid dan penyerahan diri sehingga sesungguhnya ajaran yang disampaikan Rasul Muhammad SAW adalah penerus dan penyempurna dar para rasul sebelumnya.

Islam sebagai sebuah nama agama berbeda dari agama lain yang dinisbatkan pada pendirinya atau nama tempat kelahirannya. Misalnya, agama Yahudi merupakan agama ayng dianut secara eksklusif oleh keturunan Nabi Ya’kub yang diikat dengan hubungan darah. Orang yang tidak memiliki hubungan darah sebagai bangsa Israel tidak akan dimasukkan sebagai pemeluk Yahudi. Agama Hindu sulit dipisahkan dari Benua Hindia tempat agama tersebut dilahirkan dan berkembang. Lalu, sebutan Kristen mengacu pada Yesus Kristus, sebagaimana agama Konghucu yang mengacu pada pendirinya. Nama agama-agama tersebut berbeda dari Islam yang dari segi bahasa serumpun dengan kata salam yang berarti damai ataupun ­aslama yang berarti berserah diri

Dengan demikian, ketika orientalis menyebut agama Islam dengan nama Muhammadanisme, segera memeroleh kritik, atau agama Makky yang menunjuk pada tempat kelahirannya. Dari segi nama saja, agama Islam telah menunjukkan universalitasnya bahwa sesungguhnya manusia dan alam semesta ini semuanya berislam pada Tuhan. Namun, karena anugerah akal dan kemerdekaannya, manusia memiliki potensi dan peluang untuk mengingkari dan menolak untuk berislam sebagaimana Islamnya alam semesta. Keberislaman jagad raya seisinya antara lain bisa dilihat yang pada keberislamannya air yang selalu mengalir ke tempat yang rendah, matahari berputar pada garis edarnya, pepohonan tumbuh dan berbuah sesuai dengan takdirnya, burung-burung berkicau sesuai dengan lagu dan iramanya, dan seterusnya yang semuanya itu menurut Al-Qur’an merupakan ekspresi sujud dan keberislaman mereka.

Dalam Al-Alqur’an, Allah SWT mengingatkan, sungguh manusia merupakan puncak ciptaan Allah yang paling mulia derajatnya dan paling sempurna kejadiannya. Namun, jika manusia tidak membimbing jalan hidupnya dengan iman dan amal kebajikan, mereka akan terjatuh menjadi makhluk yang paling hina karena lupa diri dan lupa pada tujuan hidupnya untuk selalu mendekatkan diri pada Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar